Dalam
dunia pendidikan guru dituntut bukan hanya mengajar melainkan mendidik.
Mengajar merupakan kegiatan guru mentransfer ilmu pengetahuan. Sedangkan
mendidik adalah membentuk pribadi siswa akan hal baik dan buruk. Dalam artian
mengajar lebih ditekankan kepada pencapaian kompetensi siswa, sedangkan
mendidik lebih cenderung kepada pembentukan sikap dan akhlak mulia.
Kompetensi
yang akan dicapai siswa dilakukan melalui kegiatan belajar mengajar. Siswa dituntut
untuk mencapai kompetensi pembelajaran dengan alokasi waktu yang sudah
ditentukan. Sedangkan pembentukan budi pekerti dilakukan dengan alokasi waktu
yang tidak terbatas. Bisa dilakukan pada jam sekolah maupun jam diluar sekolah.
Pembentukan akhlak mulia secara tidak langsung terjadi pada mata pelajaran
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan juga Pendidikan diluar sekolah
misalnya nasehat orang tua dan kegiatan mengaji sore hari.
Guru
sebagai pengajar dan pendidik akan melakukan segala cara agar siswa mencapai
kompetensi yang diharapkan. Guru akan menggunakan berbagai macam metode, model
maupun pendekatan pembelajaran. Berbagai macam karakteristik siswa yang ada,
maka yang akan terjadi adalah keberhasilan atau kegagalan. Siswa yang dinilai
sulit dididik akan membuat guru menjadi emosional. Contoh anak yang suka
mencuri, berkelahi, bahkan berani kepada gurunya. Guru tak segan melakukan
tindakan kekerasan terhadap anak tersebut.
Beberapa
macam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru antara lain: memukul,
membentak, memarahi, pelecehan seksual, membersihkan WC dan lain-lain. Dari
keterangan tersebut, maka terdapat 2 jenis kekerasan yaitu : tindakan kekerasan
fisik dan kekerasan emosional. Berdasarkan aturan yang ada, tindakan kekerasan
sama sekali tidak diperbolehkan. Kekerasan merupakan tindakan yang bertentangan
dengan peraturan dan hukum yang berlaku.
Menurut
undang-undang tindakan kekerasan tidak dianjurkan dalam kegiatan pendidikan. Pada
pasal 20 huruf d Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
menyatakan “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban :
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta
nilai-nilai agama dan etika”. Pasal 6 ayat 1 huruf f Kode Etik Guru Indonesia
menyatakan “Guru menjadiln hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa
kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang diluar
batas kaidah pendidikan”. UU Perlindungan anak menyatakan “Anak di dalam dan di
lingkungan sekolahg wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh guru”
Lantas
kapan waktunya saat siswa boleh dan dilarang mendapat pukulan? Dari sinilah
kita akan membicarakan dua sudut pandang. Mengajar dan mendidik adalah tugas
seorang gurur yang tidak dapat dipisahkan. Seorang guru di sekolah selain
karena pekerjaan juga pengabdian. Pekerjaan seorang guru adalah mengajarkan siswanya
beberapa mata pelajaran untuk mencapai kompetensi yang sudah ditentukan,
sedangkan pengabdian guru adalah mendidik siswa menjadi anak yang berbudi
pekerti luhur dan berakhlak mulia.
Dalam
kegiatan belajar mengajar disekolah seorang guru pasti mendapati siswanya yang
berhasil dan tidak berhasil dalam mencapai kompetensi. Kita akan jumpai anak yang
setiap harinya melakukan kesalahan dalam belajar, seperti tidak menulis, tidak
mengerjakan PR, mendapat nilai kurang. Dalam kegiatan inilah guru dilarang
melakukan tindakan kekerasan. Tetapi bila siswa melakukan kesalahan yang tidak
ada kaitannya dengan pelajaran. Kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan sikap
dan perilaku sehari-hari seperti berkelahi, mencuri, berani dengan guru. Kesalahan-kesalahan
semacam inilah yang justru lebih berbahaya daripada kesalahan yang lain. Pada
saat itulah seorang guru untuk segera melakukan tindakan. Dengan memberikan
teguran atau nasehat diharapkan perilaku anak bisa berubah, bila tetap tidak
berubah, maka bisa dilakukan dengan teguran fisik atau memukulnya.
Sebagaimana
peraturan hukum yang ada, teguran fisik atau memukul adalah salah satu tindakan
kekerasan yang tidak dianjurkan. Lantas langkah apa yang harus dilakukan guru
bila menjumpai perilaku siswa diluar batas kewajaran? Kalau berbicara perilaku,
sudah jelas hal ini tidak ada kaitannya dengan kegiatan mengajar. Tetapi hukum yang
ada saat ini bertolak belakang hukum Islam melalui hadist Rasulullah yang
menyatakan anak boleh dipukul sebagaimana berbunyi :
Perintahkan
anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan
pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka. Dishahihkan oleh
Al Albarry dalam Irwa’u Ghalil No 247
Dari
hadist di atas disebutkan bahwa rasulullah tidak sedang mengajarkan shalat tapi
lebih kepada mendidik anak dengan memberikan perintah. Perintah akan diberikan
ketika anak sudah pernah mendapat pengajaran tentang shalat dan sudah bisa
melakukan shalat. Wajib dipukul jika anak meninggalkan shalat, karena pada usia
ini anak sudah diwajibkan melakukan shalat.
Pada
usia dibawah sepuluh tahun biasanya terdapat pada anak SD kelas 1, 2 dan 3. Usia
ini tidak dianjurkan melakukan pemukulan karena pada usia ini anak masih perlu
mendapat pengajaran tentang hal baik dan buruk, bagaimana cara shalat, dan
tentang budi pekerti. Tetapi pada usia sepuluh tahun anak boleh dipukul, karena
pada usia ini anak sudah mengetahui hal baik dan buruk dan perlu mendapat pendidikan
budi pekerti.
Dengan
memberikan pukulan yang tidak menimbulan cedera fisik. Pemukulan hendaklah dilakukan
pada bagian tubuh tertentu kecuali muka. Selama ini yang terjadi adalah
kekerasan fisik yang menimbulkan cedera pada diri siswa. Pantas saja jika
korban melaporkan tindak kekerasan kepada orang tua atau pihak yang berwajib. Karena
cedera fisik cukup untuk menjadi barang bukti di kepolisian. Oleh karena itu, cukuplah
dengan berhati-hati dan saat-saat yang bagaimana dalam mendidik itu.
Ilmu
dan budi pekerti hampir tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu untuk dunia
sedangkan budi pekerti untuk akhirat. Alangkah baiknya bila ilmu yang kita
dapat juga diiringi budi pekerti yang baik.