Candipuro
adalah sebuah desa yang terletak di kaki gunung Semeru Kabupaten Lumajang
Provinsi Jawa Timur. Wilayah yang terbilang cukup dekat dengan gunung tertinggi
di pulau jawa membuat masyarakat sekitar selalu waspada terhadap ancaman
letusan gunung Semeru. Tak heran bila wilayah ini beberapa kali pernah terkena
terjangan banjir lahar gunung semeru.
Tidak
banyak yang tahu bahwa di Candipuro tersimpan sejuta potensi wisata sejarah yang
belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karenanya, bila kita mendengar nama
Candipuro, maka dibenak kita akan terlintas bahwa di sana pasti terdapat sebuah
“Candi” yaitu komplek peninggalan sejarah dari nenek moyang. Terutama yang kini
menjadi sorotan para sejarawan di Kabupaten Lumajang terhadap beberapa
peninggalan bersejarah yaitu Candi Gedhong Putri dan Gua Maling Aguno.
Candi
Gedhong Putri merupakan sebuah komplek candi yang terdiri dari tumpukan batu
bata merah dan beberapa batu andesit. Situs ini terletak di Dusun Selorejo Desa
Kloposawit Kecamatan Candipuro. Keberadaan candi di tengah areal persawahan yang
di sekitarnya banyak dijumpai hamparan batuan vulkanik warisan letusan gunung
semeru beberapa abad silam. Nama gedhong putri sendiri diambil dari seorang raja perempuan yang berkuasa di Candipuro beberapa abad silam. Sedangkan Gua Maling Aguno adalah sebuah gua atau
terowongan bawah tanah yang dipercaya tembus ke Candi Gedhong Putri bahkan ada
yang menyebutnya sampai ke utara pulau Jawa. Situs ini terletak di Desa
Sumberejo berada di belakang pasar Candipuro.
Sudah
sejak lama Legenda Rakyat Candipuro beredar dikalangan masyarakat sekitar.
Cerita legenda yang dipercaya ada keterkaitan satu sama lain antara Candi
Gedhong Putri dan Gua Maling Aguno. Menurut
keterangan tokoh masyarakat konon di wilayah ini hiduplah seorang putri yang
cantik rupawan dengan rakyat yang hidup sejahtera (sampai sekarang belum diketahui siapa nama putri yang dimaksud). Sang
putri tersebut mempunyai beberapa pengawal tangguh yang berdiri di sekitar kerajaan.
Pengawal yang siap melindungi sang putri dari ancaman orang-orang jahat, bahkan
diantara pengawal itu berasal dari golongan makhluk ghaib atau jin. Suatu
ketika ada seorang pemuda bernama Maling Aguno yang tertarik dengan kecantikan
sang putri. Pemuda itu dikenal sebagai orang yang suka menculik putri-putri bangsawan
kerajaan, olah karena itu orang menyebutnya Maling Aguno. Beberapa kali pemuda
itu berusaha mendapatkan sang putri, tapi berkat perlindungan dari pengawal
yang tangguh usahanya selalu gagal. Karena usahanya tidak pernah berhasil Maling
Aguno pun berniat menculik putri melalui melalui lubang rahasia di dalam tanah.
Maka, dibuatlah terowongan bawah tanah sepanjang puluhan kilometer. Tepat
berada di bawah kerajaan Maling Aguno membuka jalur terowngannya, sehingga berhasil
memasuki wilayah kerajaan tanpa sepengetahuan pengawal kerajaan. Akhirnya sang
putri berhasil diculik oleh Maling Aguno.
Bila
kita membaca cerita di atas, dibenak kita muncul beberapa pertanyaan yang belum
kita ketahui. “Siapa sosok putri yang ada
dalam cerita di atas? Apakah ada fakta sejarahnya?”. Beberapa ahli sejarah
mengatakan bahwa cerita legenda yang beredar dimasyarakat mempunyai kelayakan
untuk dijadikan referensi penelitian. Hingga saat ini sudah beberapa kali arkeolog
dan ahli sejarah telah melakukan penelitian terhadap situs Candi Gedhong Putri.
Menurut beberapa sumber Candi Gedhong Putri pertama kali ditemukan tahun 1897
oleh pencari kayu. Kalau dilihat dari banyaknya batu-batu besar di sekitar
candi, maka dapat disimpulkan bahwa candi ini hancur karena letusan gunung
semeru.
Menurut
beberapa ahli sejarah, di wilayah Candipuro ini dipercaya menjadi titik awal peradaban
masyarakat Lumajang Kuno. Hal ini dibuktikan dengan membandingan umur batu bata
yang lebih tua dibandingkan umur batu bata di situs yang terdapat Lumajang. Bukti
lain yang dapat meyakinkan hal tersebut yaitu di dalam Prasasti Mula
Malurung yang dibuat masa Raja Nararyya Seminingrat dari Kerajaan Singosari berangka
tahun 1255 berbunyi “siro nararyya
kirana saksat atmadja nira nararyya sminingrat pinratista juru lamajang,
pinasangaken jagat palaka, ngkaning nagara lamajang” Artinya : Beliau Nararyya Kirana semata-mata putra
beliau Nararyya Sminingrat, ditetapkan sebagai juru di Lamajang, dipasangkan menjadi pelindung dunia Di
Negara Lamajang. Dari sinilah penetapan tahun kelahiran Kota Lumajang, jadi
bila saat ini tahun 2012, dikurangi dengan tahun 1255, maka umur kota Lumajang
sekarang adalah 757.
Kembali ke
pertanyaan diatas. “Siapa sosok putri
dalam cerita legenda tersebut?”. Kalau ditelusuri bahwa adanya hubungan
antara keberadaan Candi Gedhong Putri dengan prasasti Mula Malurung. Maka untuk
menjawab pertanyaan di atas, sekarang kita bahas hal-hal yang berhubungan
dengan perempuan. Pertama, dalam prasasti tertulis nama “Kirana” mencerminkan
simbol perempuan yang artinya cahaya bulan / wulan. Kedua, terdapat yoni bermotif
ukiran naga yang berwajah feminim mencerminkan sosok perempuan. Tidak seperti
naga pada umumnya yang berwajah garang, penuh amarah yang merupakan simbol naga
jantan. Peneliti sudah berasumsi bahwa Nararyaa Kirana adalah penguasa gedhong
putri ratusan tahun silam. Sehingga dapat dimungkinkan bahwa sosok putri yang
ada dalam legenda rakyat candipuro adalah perempuan yang terdapat dalam prasasti
tersebut yaitu “Putri Kirana”
Mengenai
sosok siapa itu Maling Aguno? Berasal dari mana? Benarkan gua itu adalah buatan
tangan manusia atau hanya terbentuk dari proses alam? untuk saat ini belum ada
referensi yang bisa menjelaskan. Pasalnya beberapa daerah di Pulau Jawa juga
memiliki Legenda Maling Aguno dengan watak yang berbeda, yaitu menculik putri-putri
bangsawan dan ada juga yang berwatak kesatria. Jadi Maling Aguno itu siapa? Belum adanya data lengkap yang mampu
memecahkan misteri sosok Maling Aguno.
Opini
pribadi tentang keberadaan situs
Melihat
keberadaan situs batuan vulkanik yang tersebar di areal persawahaan, adalah bukti
nyata bahwa pernah terjadi banjir dahsyat di wilayah tersebut. Sepanjang 2 km
dari arah Candipuro menuju ke arah Desa Kloposawit banyak sekali dijumpai
batu-batu besar. Bahkan beberapa batuan berukuran sangat besar yang diperkirakan
berbobot ribuan ton.
Logika saya
bila batu berukuran 2 x 2 meter atau lebihb bisa bergerak sejauh puluhan
kilometer, maka kekuatan derasnya air bisa mencapai ratusan juta meter kubik
per detik. Bisa bayangkan bila manusia olahraga arung jerang disana. Kalau
melihat kekuatan air yang maha dahsyat seperti itu, bangunan yang terbuat dari beton
sekalipun pasti hancur tidak mungkin bangunan yang hanya terbuat batu bata bisa selamat. Dalam benak
saya bertanya kenapa batuan besar yang berbobot ratusan ton bisa amburadul (istilah jawanya semburat) sementara
situs Candi Gedhong Putri yang hanya terbuat dari batu bata merah bisa
terselamatkan oleh hantaman banjir gunung semeru? walaupun bagian kecil yang selamat!
Jawaban yang
saya dapat setelah saya ajukan pertanyaan ini melalui media jejaring sosial
adalah karena kualitas batu bata merah saat itu terbilang cukup baik. Menurut
saya pribadi (hanya berpendapat tidak
100% kebenarannya) kemungkinan sudah ada upaya penyelamatan oleh masyarakat
di zaman itu. Setelah banjir selesai, selang beberapa tahun kemungkinan beberapa
orang yang selamat dari hantaman banjir melakukan pencarian sisa-sisa batu bata
untuk dikembalikan ke tempat semula. Dapat dilihat saat ini tidak ada susunan
batu bata yang tertata rapi, melainkan hanya ditumpuk-tumpuk saja. Memang dibutuhkan
penelitian lebih lanjut soal ini. Terima kasih. (by angga)
Mantap gan, semoga bermanfaat
BalasHapusklo gak salah putri di culik dari guo bimo dekat pantai bambang pasirian
BalasHapus