Rabu, 19 Desember 2012

MENELUSURI SIAPA SOSOK PUTRI DALAM LEGENDA RAKYAT CANDIPURO

Oleh : Rokhmat Jevan Aliangga, S.Pd.SD.


Candipuro adalah sebuah desa yang terletak di kaki gunung Semeru Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur. Wilayah yang terbilang cukup dekat dengan gunung tertinggi di pulau jawa membuat masyarakat sekitar selalu waspada terhadap ancaman letusan gunung Semeru. Tak heran bila wilayah ini beberapa kali pernah terkena terjangan banjir lahar gunung semeru.

Tidak banyak yang tahu bahwa di Candipuro tersimpan sejuta potensi wisata sejarah yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karenanya, bila kita mendengar nama Candipuro, maka dibenak kita akan terlintas bahwa di sana pasti terdapat sebuah “Candi” yaitu komplek peninggalan sejarah dari nenek moyang. Terutama yang kini menjadi sorotan para sejarawan di Kabupaten Lumajang terhadap beberapa peninggalan bersejarah yaitu Candi Gedhong Putri dan Gua Maling Aguno.

Candi Gedhong Putri merupakan sebuah komplek candi yang terdiri dari tumpukan batu bata merah dan beberapa batu andesit. Situs ini terletak di Dusun Selorejo Desa Kloposawit Kecamatan Candipuro. Keberadaan candi di tengah areal persawahan yang di sekitarnya banyak dijumpai hamparan batuan vulkanik warisan letusan gunung semeru beberapa abad silam. Nama gedhong putri sendiri diambil dari seorang raja perempuan yang berkuasa di Candipuro beberapa abad silam. Sedangkan Gua Maling Aguno adalah sebuah gua atau terowongan bawah tanah yang dipercaya tembus ke Candi Gedhong Putri bahkan ada yang menyebutnya sampai ke utara pulau Jawa. Situs ini terletak di Desa Sumberejo berada di belakang pasar Candipuro.

Sudah sejak lama Legenda Rakyat Candipuro beredar dikalangan masyarakat sekitar. Cerita legenda yang dipercaya ada keterkaitan satu sama lain antara Candi Gedhong Putri dan Gua Maling Aguno.  Menurut keterangan tokoh masyarakat konon di wilayah ini hiduplah seorang putri yang cantik rupawan dengan rakyat yang hidup sejahtera (sampai sekarang belum diketahui siapa nama putri yang dimaksud). Sang putri tersebut mempunyai beberapa pengawal tangguh yang berdiri di sekitar kerajaan. Pengawal yang siap melindungi sang putri dari ancaman orang-orang jahat, bahkan diantara pengawal itu berasal dari golongan makhluk ghaib atau jin. Suatu ketika ada seorang pemuda bernama Maling Aguno yang tertarik dengan kecantikan sang putri. Pemuda itu dikenal sebagai orang yang suka menculik putri-putri bangsawan kerajaan, olah karena itu orang menyebutnya Maling Aguno. Beberapa kali pemuda itu berusaha mendapatkan sang putri, tapi berkat perlindungan dari pengawal yang tangguh usahanya selalu gagal. Karena usahanya tidak pernah berhasil Maling Aguno pun berniat menculik putri melalui melalui lubang rahasia di dalam tanah. Maka, dibuatlah terowongan bawah tanah sepanjang puluhan kilometer. Tepat berada di bawah kerajaan Maling Aguno membuka jalur terowngannya, sehingga berhasil memasuki wilayah kerajaan tanpa sepengetahuan pengawal kerajaan. Akhirnya sang putri berhasil diculik oleh Maling Aguno.

Bila kita membaca cerita di atas, dibenak kita muncul beberapa pertanyaan yang belum kita ketahui. “Siapa sosok putri yang ada dalam cerita di atas? Apakah ada fakta sejarahnya?”. Beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa cerita legenda yang beredar dimasyarakat mempunyai kelayakan untuk dijadikan referensi penelitian. Hingga saat ini sudah beberapa kali arkeolog dan ahli sejarah telah melakukan penelitian terhadap situs Candi Gedhong Putri. Menurut beberapa sumber Candi Gedhong Putri pertama kali ditemukan tahun 1897 oleh pencari kayu. Kalau dilihat dari banyaknya batu-batu besar di sekitar candi, maka dapat disimpulkan bahwa candi ini hancur karena letusan gunung semeru.

Menurut beberapa ahli sejarah, di wilayah Candipuro ini dipercaya menjadi titik awal peradaban masyarakat Lumajang Kuno. Hal ini dibuktikan dengan membandingan umur batu bata yang lebih tua dibandingkan umur batu bata di situs yang terdapat Lumajang. Bukti lain yang dapat meyakinkan hal tersebut yaitu di dalam Prasasti Mula Malurung yang dibuat masa Raja Nararyya Seminingrat dari Kerajaan Singosari berangka tahun 1255 berbunyi siro nararyya kirana saksat atmadja nira nararyya sminingrat pinratista juru lamajang, pinasangaken jagat palaka, ngkaning nagara lamajang” Artinya : Beliau Nararyya Kirana semata-mata putra beliau Nararyya Sminingrat, ditetapkan sebagai juru di Lamajang, dipasangkan menjadi pelindung dunia Di Negara Lamajang. Dari sinilah penetapan tahun kelahiran Kota Lumajang, jadi bila saat ini tahun 2012, dikurangi dengan tahun 1255, maka umur kota Lumajang sekarang adalah 757.

Kembali ke pertanyaan diatas. “Siapa sosok putri dalam cerita legenda tersebut?”. Kalau ditelusuri bahwa adanya hubungan antara keberadaan Candi Gedhong Putri dengan prasasti Mula Malurung. Maka untuk menjawab pertanyaan di atas, sekarang kita bahas hal-hal yang berhubungan dengan perempuan. Pertama, dalam prasasti tertulis nama “Kirana” mencerminkan simbol perempuan yang artinya cahaya bulan / wulan. Kedua, terdapat yoni bermotif ukiran naga yang berwajah feminim mencerminkan sosok perempuan. Tidak seperti naga pada umumnya yang berwajah garang, penuh amarah yang merupakan simbol naga jantan. Peneliti sudah berasumsi bahwa Nararyaa Kirana adalah penguasa gedhong putri ratusan tahun silam. Sehingga dapat dimungkinkan bahwa sosok putri yang ada dalam legenda rakyat candipuro adalah perempuan yang terdapat dalam prasasti tersebut yaitu “Putri Kirana”

Mengenai sosok siapa itu Maling Aguno? Berasal dari mana? Benarkan gua itu adalah buatan tangan manusia atau hanya terbentuk dari proses alam? untuk saat ini belum ada referensi yang bisa menjelaskan. Pasalnya beberapa daerah di Pulau Jawa juga memiliki Legenda Maling Aguno dengan watak yang berbeda, yaitu menculik putri-putri bangsawan dan ada juga yang berwatak kesatria. Jadi Maling Aguno itu siapa? Belum adanya data lengkap yang mampu memecahkan misteri sosok Maling Aguno.

Opini pribadi tentang keberadaan situs

Melihat keberadaan situs batuan vulkanik yang tersebar di areal persawahaan, adalah bukti nyata bahwa pernah terjadi banjir dahsyat di wilayah tersebut. Sepanjang 2 km dari arah Candipuro menuju ke arah Desa Kloposawit banyak sekali dijumpai batu-batu besar. Bahkan beberapa batuan berukuran sangat besar yang diperkirakan berbobot ribuan ton.

Logika saya bila batu berukuran 2 x 2 meter atau lebihb bisa bergerak sejauh puluhan kilometer, maka kekuatan derasnya air bisa mencapai ratusan juta meter kubik per detik. Bisa bayangkan bila manusia olahraga arung jerang disana. Kalau melihat kekuatan air yang maha dahsyat seperti itu, bangunan yang terbuat dari beton sekalipun pasti hancur tidak mungkin bangunan yang hanya terbuat batu bata bisa selamat. Dalam benak saya bertanya kenapa batuan besar yang berbobot ratusan ton bisa amburadul (istilah jawanya semburat) sementara situs Candi Gedhong Putri yang hanya terbuat dari batu bata merah bisa terselamatkan oleh hantaman banjir gunung semeru? walaupun bagian kecil yang selamat!

Jawaban yang saya dapat setelah saya ajukan pertanyaan ini melalui media jejaring sosial adalah karena kualitas batu bata merah saat itu terbilang cukup baik. Menurut saya pribadi (hanya berpendapat tidak 100% kebenarannya) kemungkinan sudah ada upaya penyelamatan oleh masyarakat di zaman itu. Setelah banjir selesai, selang beberapa tahun kemungkinan beberapa orang yang selamat dari hantaman banjir melakukan pencarian sisa-sisa batu bata untuk dikembalikan ke tempat semula. Dapat dilihat saat ini tidak ada susunan batu bata yang tertata rapi, melainkan hanya ditumpuk-tumpuk saja. Memang dibutuhkan penelitian lebih lanjut soal ini. Terima kasih. (by angga)